oleh : Fajar Muttaqien – Banjarwaru

Daar el Huffadz – Manusia diciptakan melainkan atas segala karunia yang telah Allah kehendaki. Melalui proses penciptaan manusia dengan beragam macam fase, kemudian dari sanalah Allah meniupkan sebuah ruh Illahiah ke dalam tubuh manusia.
Manusia sendiri merupakan makhluk yang berasal dari Allah SWT. Mengutip pemikiran Sufi Jalaluddin Rumi yang menyebut bahwa manusia diibaratkan sebagai bilah-bilah bambu yang tercerabut dari rumpunnya.
Maksudnya, manusia berasal dari Allah dan kini terpisah dari-Nya. Kerinduan akan perpisahan tersebut diibaratkan Rumi dengan merdunya suara seruling bambu yang menyayat hati. Begitulah kiranya orang-orang yang mencintai Allah, rindu terus membuncah dan segera ingin kembali.
Kehidupan manusia itu sendiri, menurut beliau, adalah sebuah perjalanan mengenai pergi dan pulang. Dari suatu mabda’ (tempat berangkat) menuju suatu ma’ad (tempat kembali) yang tak lain dan tak bukan merupakan tempat berangkatnya manusia: Allah SWT.
Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 156


ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
Yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: innalillahi wa inna ilahi rajiun (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali),”.


Maka dari itulah, kodrat manusia yang sesunggungnya adalah damai dan kasih sayang Allah. Kebagaiaan terletak pada kelancaran perjalanan pulangnya manusia ke pangkuan Allah SWT.
Berbahagialah kita yang telah Allah ciptakan sebagai manusia yang beriman kepada Allah, karena dengan rasa syukur kita maka kita akan kembali kepada Nya dalam keadaan Husnul khatimah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.